Festival Bahasa Ibu Gorontalo Utara 2025, Juri Soroti Plagiat dan Kesalahan Pengucapan
- account_circle admin
- calendar_month Jum, 10 Okt 2025
- visibility 2
- comment 0 komentar

KWANDANG, Gorutnews.com – Suasana Aula SMP Negeri 1 Kwandang memuncak pada Jumat sore (10/10/2025) ketika dewan juri Festival Tunas Bahasa Ibu (FTBI) Kabupaten Gorontalo Utara 2025 membacakan hasil penilaian. Ratusan siswa, guru pendamping, dan tamu undangan menanti dengan antusias saat momen pengumuman tiba.
Festival yang digelar selama dua hari ini diikuti siswa SD dan SMP dari seluruh kecamatan di Gorontalo Utara. Kegiatan berlangsung meriah dengan empat kategori lomba, yakni Tabibo (pidato), Pilu (dongeng), Lohidu (puisi tradisional Gorontalo), dan cerpen berbahasa daerah.
FTBI 2025 menjadi bagian dari program revitalisasi bahasa daerah dalam kerangka Asta Citta pemerintah pusat. Kegiatan ini bertujuan menumbuhkan kecintaan generasi muda terhadap bahasa ibu, sekaligus menjadi ajang evaluasi pembelajaran bahasa dan sastra daerah di sekolah.
“Festival ini bukan sekadar perlombaan, melainkan bentuk nyata pelestarian bahasa daerah yang menjadi identitas kita,” ujar panitia dalam laporannya.
Suasana aula semakin hangat ketika dewan juri memberikan evaluasi umum sebelum pengumuman hasil. Pada kategori Lohidu, juri menyoroti pentingnya pemahaman peserta terhadap rima dan intonasi sastra lisan Gorontalo. “Lohidu bukan hanya lantunan, tapi ekspresi rasa dan makna,” kata salah satu juri dari Kantor Bahasa Provinsi Gorontalo.
Selain penampilan, aspek teknis penulisan juga menjadi perhatian. Juri menegaskan bahwa naskah harus sesuai petunjuk teknis, menggunakan format standar dan dilengkapi terjemahan ke bahasa Indonesia. “Masih ditemukan naskah yang tidak beraturan bahkan ada kemiripan antarwilayah,” ungkap juri yang menyinggung indikasi adanya plagiat.
Sorotan menarik datang dari juri lainnya, Rostin Pakaya, M.Pd., yang mengingatkan pentingnya pengucapan yang benar dalam bahasa Gorontalo. “Pelafalan kata Hulonthalo harus tepat, bukan Hulondalo. Ini bagian dari penghormatan terhadap bahasa kita,” ujarnya. Ia juga menekankan agar peserta menggunakan kosakata daerah seperti “mongowutato” sebagai pengganti kata “saudara”.
Pada kategori cerpen dan dongeng, juri menyoroti kekurangan dalam struktur narasi. Banyak naskah hanya berisi alur cerita tanpa percakapan antartokoh. “Dialog penting untuk memperkuat karakter dan pesan moral dalam karya sastra,” ujar juri bidang cerpen.
Sebelum hasil diumumkan, juri meminta kesiapan peserta dan guru pendamping untuk menerima keputusan akhir. “Siap menerima hasil?” tanya juri lantang. Serentak peserta menjawab, “Siap!” disambut tepuk tangan meriah dari seluruh hadirin.
Saat pengumuman berlangsung, beberapa peserta terlihat tegang menunggu hasil lomba. Guru pendamping dan pengawas memberikan dukungan moral di barisan kursi depan. Meskipun tidak semua meraih juara, semangat dan kebanggaan terpancar dari wajah para siswa yang telah tampil.
Dewan juri menyampaikan apresiasi kepada seluruh peserta yang telah berusaha maksimal. Mereka menilai, semangat anak-anak Gorontalo Utara dalam menggunakan bahasa daerah merupakan tanda positif bagi masa depan pelestarian bahasa ibu.
“Lomba ini bukan hanya tentang siapa yang terbaik, tapi bagaimana bahasa Gorontalo terus hidup dalam diri generasi muda,” ujar salah satu juri saat menutup kegiatan.
Dengan berakhirnya pengumuman hasil, Festival Tunas Bahasa Ibu 2025 resmi ditutup dengan tepuk tangan panjang. Para peserta pulang membawa pengalaman berharga bukan hanya karena kompetisi, tetapi karena menjadi bagian dari gerakan menjaga jati diri budaya Gorontalo.
- Penulis: admin



Saat ini belum ada komentar