Gorut News – Andika dan Nindi, pasangan suami istri asal Desa Botumoputi, Kecamatan Tibawa, Gorontalo, baru-baru ini merayakan aqiqah putra mereka dengan melaksanakan tradisi Mohuntingo, sebuah upacara menggunting rambut bayi berusia tujuh hari yang kaya akan makna dan simbolisme pada Ahad 10 November 2024 di kediaman rumah mereka di komplek Masjid Jami’ Desa Botumoputi. Acara yang berlangsung khidmat ini diawali dengan doa yang dipimpin oleh seorang imam.
Tradisi Mohundingo sendiri unik dan sarat akan simbol. Sejumlah perlengkapan disiapkan, antara lain: sebuah loyang berisi beras, lima telur ayam mentah, lima jeruk, lima buah pala sebagai rempah, dan uang logam.
Di atas sebuah baki, terdapat kelapa muda yang bagian atasnya dibelah membentuk lima segitiga, dan sebuah paku ditancapkan sebagai pegangan. Kelapa ini berfungsi sebagai wadah untuk menyimpan potongan rambut bayi. Di atas baki yang sama juga terdapat piring berisi bunga pinang untuk bara api, kaca dan cermin untuk menyisir rambut bayi.
Proses Mohundingo dimulai dengan menyisir rambut bayi sambil menghadapkan kaca ke wajahnya. Imam kemudian memotong rambut bayi, dimulai dari sisi kanan. Potongan rambut pertama dibakar di atas api lilin yang terletak di dalam gelas berisi beras. Rambut yang telah dibakar kemudian diciumkan ke bayi, sebelum akhirnya dimasukkan ke dalam kelapa muda. Selain itu, terdapat juga kelapa sangrai, pandan iris, beras tumbuk halus, daun pandan, dan daun lemon iris yang dicampur minyak goreng sebagai bagian dari ritual.
Tradisi ini bukan sekadar potong rambut biasa, tetapi merupakan perwujudan syukur dan doa bagi kesehatan, keberuntungan, dan masa depan sang bayi. Keunikan tradisi Mohundingo ini menjadi bagian penting dari warisan budaya Gorontalo yang patut dilestarikan. Acara aqiqah Andika dan Nindi menjadi contoh nyata bagaimana tradisi ini masih dijalankan dan dihargai oleh masyarakat setempat.